Transportasi Sungai Masih Sangat Dibutuhkan Masyarakat Seberang Kapuas
Hilir mudik speed dengan mesin 2 PK merupakan pemandangan yang sudah biasa bagi warga Sanggau yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas.
Rutinitas kendaraan air tersebut, hingga saat ini masih terasa sangat dibutuhkan bagi masyarakat seberang sungai Kapuas, mengingat hingga saat ini belum ada akses jalan maupun jembatan untuk menuju ke kampung.
Mau tidak mau alat transportasi sungai ini menjadi satu kebutuhan bagi masyarakat diseberang sungai untuk sekedar berbelanja maupun urusan lainnya di ibukota Kabupaten dengan menyeberangi sungai seluas lebih dari 500 meter tersebut.
Pernah terpikirkan, jika pemerintah dapat membuat jembatan penghubung antara kota dengan desa diseberang sungai tersebut, bukan tidak mungkin wilayah seberang sungai akan menggeliat melakukan pengembangan, agar tidak lagi menjadi desa tertinggal ditengah-tengah kota Kabupaten.
Hanya sayangnya hingga saat ini belum ada wacana dari pemerintah baik di daerah maupun pusat untuk melakukan hal tersebut.
Mereka hanya bisa pasrah dan mengambil hikmah dari kondisi sekarang, apalagi bagi penambang speed yang menawarkan jasanya untuk menyeberangkan warga desa untuk ke kota yang dapat mereka lihat dari seberang sungai.
Dengan ongkos yang tidak terlalu tinggi, berkisar 2 ribu hingga 5 ribu rupiah, mereka sudah dapat pergi ke kota Sanggau.
Kondisi inilah yang membuat seakan desa yang berada diseberang kota Sanggau seolah menjadi desa yang tertinggal, dimana kondisi desa yang sulit untuk dilakukan pengembangan karena keterbatasan sarana transportasi. Belum lagi kondisi lainnya seperti tidak adanya aliran listrik sehingga jika dilihat dari tepi sungai dimalam hari tidak nampak adanya kehidupan, lengkaplah sudah predikat desa tertinggal disandang oleh desa tersebut.
Mereka hanya bisa berhayal, kapan mereka dapat ke kota dengan menggunakan kendaraan roda 2 ataupun roda 4 tanpa harus menggunakan transportasi air speed 2 PK seperti yang dilakukan oleh masyarakat didesa lain. (jon)
Hilir mudik speed dengan mesin 2 PK merupakan pemandangan yang sudah biasa bagi warga Sanggau yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas.
Rutinitas kendaraan air tersebut, hingga saat ini masih terasa sangat dibutuhkan bagi masyarakat seberang sungai Kapuas, mengingat hingga saat ini belum ada akses jalan maupun jembatan untuk menuju ke kampung.
Mau tidak mau alat transportasi sungai ini menjadi satu kebutuhan bagi masyarakat diseberang sungai untuk sekedar berbelanja maupun urusan lainnya di ibukota Kabupaten dengan menyeberangi sungai seluas lebih dari 500 meter tersebut.
Pernah terpikirkan, jika pemerintah dapat membuat jembatan penghubung antara kota dengan desa diseberang sungai tersebut, bukan tidak mungkin wilayah seberang sungai akan menggeliat melakukan pengembangan, agar tidak lagi menjadi desa tertinggal ditengah-tengah kota Kabupaten.
Hanya sayangnya hingga saat ini belum ada wacana dari pemerintah baik di daerah maupun pusat untuk melakukan hal tersebut.
Mereka hanya bisa pasrah dan mengambil hikmah dari kondisi sekarang, apalagi bagi penambang speed yang menawarkan jasanya untuk menyeberangkan warga desa untuk ke kota yang dapat mereka lihat dari seberang sungai.
Dengan ongkos yang tidak terlalu tinggi, berkisar 2 ribu hingga 5 ribu rupiah, mereka sudah dapat pergi ke kota Sanggau.
Kondisi inilah yang membuat seakan desa yang berada diseberang kota Sanggau seolah menjadi desa yang tertinggal, dimana kondisi desa yang sulit untuk dilakukan pengembangan karena keterbatasan sarana transportasi. Belum lagi kondisi lainnya seperti tidak adanya aliran listrik sehingga jika dilihat dari tepi sungai dimalam hari tidak nampak adanya kehidupan, lengkaplah sudah predikat desa tertinggal disandang oleh desa tersebut.
Mereka hanya bisa berhayal, kapan mereka dapat ke kota dengan menggunakan kendaraan roda 2 ataupun roda 4 tanpa harus menggunakan transportasi air speed 2 PK seperti yang dilakukan oleh masyarakat didesa lain. (jon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar